Era awal film Indonesia sering dianggap berpangkal pada film "Darah dan Doa".
Hari pertama syuting film arahan sutradara Usmar Ismail itu kemudian dijadikan Hari Film Nasional.
Jauh sebelum "Darah dan Doa" diproduksi tahun 1950, sebelum Indonesia lahir, industri film sudah mulai tumbuh di tanah Jawa. Orang-orang Belanda dan Tiongkok pada era 1920-an sudah memutar film bisu sebagai komoditas hiburan di kota-kota besar.
Pada 1926 untuk pertama kalinya film dibuat di kawasan Nusantara. Sutradara asal Belanda G. Kruger dan L Heuveldorp membuat film fiksi yang dekat dengan kultur masyarakat Sunda. Diangkatlah sebuah kisah berjudul "Loetoeng Kasaroeng" dengan melibatkan pemain film dari tanah Pasundan.
Singkatnya, "Loetoeng Kasaroeng" berkisah tentang seorang gadis bernama Purbasari (Oemoeh) yang menjalin kasih dengan Guru Minda (Martonana) yang dikutuk menjadi seekor lutung.
Di kehidupan nyata, yang berperan sebagai Lutung dan Purbasari benar-benar menikah. Menariknya, hasil pernikahan inilah yang lantas melahirkan Nike Ardilla.
Seperti ditulis dalam buku "Nike Ardilla: Sebuah Cerita" karya Arief Havidz, Oemoeh dan Martonana yang jadi bintang utama dalam film "Loetoeng Kasaroeng" adalah nenek dari Nining Ningsihrat yang merupakan ibu dari mendiang Nike Ardilla.
Dengan kata lain, Nike merupakan generasi ke-tiga dari pasangan bintang film pertama Indonesia itu.
Film "Loetoeng Kasaroeng" terbilang sukses pada zamannya, film itu lantas digarap ulang pada tahun 1952 dan 1983.
Sumber : Unofficial Nike Ardilla
0 Comments