Iwan Fals ngetwet bikin status, mengutarakan pandangan dan isi hatinya. Trus elo nanggepin dengan nyinyir melecehkan, menghina status dan dirinya. Woi, siapa elo! Hanya karna dia gak se ide dan se-pemikiran sama lo, bisa elo lakuin itu? Sangat tidak sopan. kurang ajar tau!
Dia adalah legenda. Gue dan jutaan anak lain yang besar, tumbuh & terwakili aspirasinya bersama lagu-lagu Iwan Fals. Tentu merasa terusik dangan ulah lo. Dia pahlawan gw. Dia yang buka wawasan dan kasih pilihan dimasa remaja galau gw. Untuk punya simpati, empati, sikap, keberanian, serta menjaga idealisme. Sekaligus mengkritisi keadaan yang timpang. Dari ulah para pemimpin jaman itu, yang terasa sangat egois dan mau menang sendiri.
Lagu-lagunya sering kita teriakan saat sendiri atau dangan gitar kopong bersama teman-teman. Diacara kumpul, nongkrong di pos, perempatan. Ngecengin cewek, lagu curhatnya juga paten. Dan diantara lagu-lagu cinta, hanya dia yang menyuarakan potret sosial, dan keterima. Apalagi chord-nya ga ribet dan nyanyinya ga tehnik susah. Pokoknya kalo dulu begadang ga nyanyiin lagu Fals, ga sah aja. Balik ditagih reff sama kuntilanak.
Sejak kehadirannya, dia intens dan Independent. Ga searah dangan trend atau nunut permintaan pasar. Lagu-lagunya ga semua boming kepermukaan, tapi merasuk kedalam hati dan kehidupan.
"Oemar Bakri, pesawat Tempur, Ujung Aspal Pondok Gede, Sugali, Hatta atau denting piano kala jemari menari." Adalah serentetan lagu-lagu yang dengan tepat menangkap apa kegelisahan, mimpi, kerinduan dan kemarahan kami waktu itu.
Pada satu ketika, ada pertunjukan di parkir timur. Om Iwan jadi artis pembuka dari serangkaian artis besar. Dan rupanya keadaan berbalik. Lagu-lagunya yang selama bertahun ditanam dihati dan lidah kita, pada muncrat keluar. Arus bawah naik kepermukaan. Seluruh penonton larut singalong, koor menyanyikan lagu-lagunya. Malam itu dia menjadi bintang. Kemudian sejak itu, konsernya selalu ditunggu dan dibanjiri ratusan ribu orang, di seluruh negeri.
Pun setelah dipuncak kesuksesan. Dia tetap konsisten menyuarakan lagu yang menggelitik. Bento, Bongkar, mata Dewa, Air mata api atau kemesraan. Membuat kita makin jatuh cinta dangan sosoknya. Apalagi kesehariannya ga neko-neko. Ga narkoba, ga kawin cerai atau terkena skandal. Jadi dari mana elo punya alesan buat melecehkan seorang Iwan Fals. Dan sebagai fans, tentu gw membela!.
Lagian statusnya juga ga pernah nyinyir atau menyudutkan seseorang. Terlihat kok, dia orang yang tau aturan dan tata krama. Terus, kalo dia merasa sudah menemukan sosok pemimpin yang dianggap sudah sesuai dengan cita rasa dan harapan dia, memang kenapa? Kondisi ini kok yang dituju dari pemberontakan dia sejak dulu. Apa dia tetep harus teriak protes buat gagah-gagahan dan jadi palsu, demi memenuhi libido dangkal-nya elo.
Nah, elo yang merasa beda pemahaman, kasih dong alesan. Opini dan pendapat yang ada konteks real dengan cuitan dia. Syukur-syukur ilmiah. Jangan cuma bisa nuduh penjilat, antek asing-aseng dan segala tuduhan usang, dari jaman obor rakyat. Woi, maju dikit kek lo. Jangan karna keberpihakan sama politik, jadi mengaburkan penilaian, pertumbuhan psikologis dan kedewasaan bro.
Mengkritisi orang seperti Iwan Fals, Goenawan Muhamad atau Mustafa Bisri, ga ada larangan atau salahnya. Tapi orang-orang ini sudah memperlihatkan kualitas moral dan eksistensi seumur hidup. Serta yang terpenting, membawa pencerahan pada jutaan orang. Masa sih lo ga ada respect sedikitpun, atau elo ga mengenal siapa mereka ?
Belajar tong, buka wawasan. Jangan merasa keren karena berani menyentil orang ini. Mereka terlalu besar buat lo, jadi yang lo hina adalah ketololan dan ketidak tahuan diri lo sendiri.
Kasih dong sanggahan yang pake akal sehat dan logika, pasti orang-orang bijaksana ini akan faham dan menerima. Secetek dan sedatar apapun pemahaman lo. Orang-orang ini kalibernya beda. Jangan elo generalisir sama punya lo. Kalo sekarang elo punya idola mas Ahmad Dhani atau om Fadli Zon, ya angkat sisi positif dari idola lo, share kemana-mana. Tapi jangan lukai idola orang lain.. paham!
Sumber/Penulis: Rustam Rastamanis
Foto : Kompas
0 Comments