DEWA : NGGAK TAKUT KEBERATAN NAMA
Dari Surabaya mereka menawarkan rock yang maunya "lain". Sejak dari bangku SMP, para personilnya sudah asyik nge-band. Apa arti angka "19" pada debut album mereka?
Dewa boleh baru berkibar lewat album 19. Tapi sesungguhnya nama "Dewa" sebagai grup bukanlah baru ditegakkan. Paling tidak itulah yang dirasakan para personilnya yang : Dhani (keyboards), Erwin (bass), Wawan (drum), Andra (gitar), dan Ari (vokal).
Gimana nggak, nama itu telah dipakai Dhani dan teman-temannya itu semasa mereka masih duduk di bangku SMPN 6 Surabaya. "Kami dulu satu SMP, kecuali Ari. Dan kenapa nama Dewa itu kami pakai, yah udah agak lupa sih kenapanya. Tapi kalo nggak salah, nama itu gabungan dari inisial nama kami masing-masing. Makanya kami nggak pernah merasa nama itu keberatan," kenang Dhani yang kerap jadi juru bicara grup ini.
Layaknya masih duduk di bangku SMP, mereka nge-band cuma sekadar coba-coba. Alias belum berfikir untuk mengasah kemampuan lebih tajam.
"Andra saya yang saya ajarin main gitar," ungkap Dhani sang pemain keyboards itu.
Tapi begitu masuk SMAN 2 Surabaya, mereka pun mulai rada serius nge-band. Bisa jadi, suasana sekolah yang banyak melahirkan artis-artis musik itu beri pengaruh tersendiri bagi mereka. Dhani, Erwin dan Andra membentuk grup Down Beat. Nama "Dewa" dikubur dulu
Dari nama yang mengambil nama majalah jazz terkemuka, kontan bisa ditebak corak apa yang dimainkan tiga cowok ini.
Koq bisa nge-jazz?
"Waktu itu kan lagi rame grup-grup fusion di Indonesia. Kayak Krakatau, Emerlad, Erwin juga suka banget sama Casiopea. Koq sepertinya enak juga maininnya musik begitu," ungkap Dhani, "Kalo saya sih belajar main musik, malah dari lagu-lagunya Queen."
Bolehlah begitu. Usia yang meningkat memang erat kaitannya dengan penentuan selera. Dan ini pula yang terjadi bagi Wawan, sang pemain drum.
Wawan ogah bergabung dalam Down Beat. Alasannya jelas. Ia nggak suka main jazz. Malah lebih suka ber-rockaria hingga main barenglah Wawan dengan kelompok rock Phytagoras.
Sementara Ari yang mulai akrab dengan Dhani dkk, itu juga tka mau main di Down Beat. Seperti Wawan, cowok berkacamata itu lebih kesengsem meneriakkan nada-nada rock. Seperti yang di lewat main bareng kelompok Los Angeles Rock Band.
Nam "Dewa" pun dilupakan mereka. Mereka asyik dengan grup masing-masing.
Tapi, rupanya petuah "Dewa" belum sirna. Paling tidak itulah yang mencuat ketika sekolah mereka menggelar acara "Smada Fiesta". malam kesenian dan perpisahan di SMAN 2 Surabaya. Atas dukungan teman-teman, nama Dewa dipancang lagi. Tak hanya itu pun banyak mengundang puji. Hingga niat untuk mengibarkan "Dewa" pun kian kuat.
Tapi, tentu saja niat tak cukup. Perlu segera ada action yang terarah. Dan landasan yang kuat perlu dibangun dulu, itulah salah satunya dengan menerapkan konsep bermusik yang jelas.
Dhani, Andra, dan Erwin menyukai jazz. Sementara Ari dan Wawan gandrung rock. Tapi ternyata bukan kemudian konsep musik yang ditetapkan menjadi jazz rock. Melainkan rock Tepatnya, "Rock alternatif. Atau rock yang lain dari yang pernah dimainkan grup di sini, " jelas Dhani.
Boleh saja "Dewa" mematok musik mereka sebagai rock alternatif. Lepas dari pas atau tidaknya anggapan mereka Toh, "Kami ingin memberikan pilihan lain memang sih kalo di Barat, musik kami dikategorikan pop. Karena di Indonesia, kami jelas nggak mau disamakan dengan grup-grup pop lainnya. Jelasnya, pop yang kami mainkan kuat nafas rock nya. Tapi yah namanya alternatif, jelas nggak tertutup kami memainkan corak-corak lain, " tutur Dhani yang adiknya pemusik Dadang S. Manaf itu.
Layaknya grup musik, tentu jalan yang kemudian dituju apalagi kalo bukan ke pintu dapur rekaman. Namun, tentu saja langkah ini nggak gampang.
Demi menyalurkan hasrat, mereka pun membuat contoh rekaman (demo). Tentu saja demotape itu dibuat sangat sederhana "Biayanya aja cuma Rp. 125.000 udah gitu kami patungan masing-masing duapuluh ribu perak." kenang Dhani. Namun juga sekadar menyalurkan rekaman saat membuat demotape itu mereka belum tau siapa yang bakal memproduksinya. Lagian demotape itu hanya berisi satu lagu, Kita Tidak Sedang Bercinta Lagi.
Dhani sih semula berharap Dadang, sang kakak, yang bekal mewujudkan impian mereka ke dapur rekaman. Tapi di saat menanti itu, nasib baik hingga di pundak mereka Adalah Harun, teman sekelas Wawan yang begitu tertarik dengan musik yang dimainkan Dewa.
"Saya kenal baik dengan mereka. Dan saya merasa musik mereka baik. Nggak hanya itu, saya pun ingin orang banyak pun bisa mendengarkannya, "jelas Harun.
Harun, rekan sebaya mereka itu pun lantas merogoh koceknya hingga keluar duit sekitar 10 juta perak. Dengan dana yang relatif tak banyak itu Harun menggiring Dewa masuk dapur rekaman. Dan Studio 15 di Jakarta di pakai - dengan pertimbangan studio rekaman di Surabaya kurang memadai. "Padahal kami saat itu harus ngirit, Transportasi dan akomodasi di Jakarta pun kami mau seadanya. Sering kami harus gotong-gotong ransel ke studio. Soalnya dari stasiun langsung masuk rekaman. " kenang Dhani dan diiyakan rekan-rekan lainnya.
Dalam rangka "pengiritan" juga, mereka tak bisa seenaknya berlama-lama di studio. Dan syukurlah mereka cukup disiplin Buktinya proses rekaman yang dilewati mereka hanya menghabiskan 25 shiff (jadwal). Memang cukup singkat. Karena bagi artis rekaman baru seperti mereka - biasa menghabiskan paling tidak 40 shiff.
Tapi toh kendatinya hanya memakai 25 shiff, kualitas yang dihadirkan debut album bertitel 19 itu tidak mengecewakan itu?
"Ah itu hanya kami ambil dari usia kami saat itu yang rata-rata 19 tahun," jelas Dhani.
"Ya sih maunya kayak Chicago. Yang album-albumnya pake angka gitu," tambah Ari, sang vokalis itu.
Boleh juga. Toh yang jelas 10 tembang yang dikemas Dewa dalam bentuk album 19 itu boleh diandalkan. Sebut saja di antaranya macam Kita Tidak Sedang Bercinta Lagi, Kangen (Ku Kan Datang), dan tentu saja Rien yang masih wara-wiri di jenjang "10 Tembang Teratas HAI". Tak ketinggalan Dewa pun meluncurkan satu nomor berlirik Inggris, Swear, Sementara warna rock pun cukup kuat di tembang Dewa & Si Mata Uang.
Master rekaman itu pun tanpa perlu banyak tangan untuk menjajakan. Hingga akhirnya sampai ke tangan Pak Yan dan Team Record. Perusahaan rekaman yang tempo hari mencatatkan kelompok KLa Project itu pun menangkap Dewa untuk dikibarkan "Saya tertarik, karena musik mereka menawarkan sesuatu yang lain. Hal itu juga yang pernah saya alami waktu mengamit KLa dulu," tutur Pak Yan.
Dewa bisa juga sebesar KLa?
Kenapa tidak. Atau siapa tau lebih besar, karena Dewa punya modal yang cukup untuk mencetak sukses berikutnya. Itulah paling tidak yang tersimak dari usia para personilnya yang relatif masih muda (saat ini rata-rata 20 tahun).
Jika pun yang perlu segera di benahi - selain terus mengasah ketajaman bermusik apa lagi kalo bukan segera menata sikap profesionalisme.
Dan ini yang rupanya nggak gampang. Karena seperti pengakuan mereka sendiri, kuliah tetap yang jadi prioritas utama. "Pokoknya kami semua ingin jadi sarjana dulu," tukas Dhani.
Kenapa tidak, Asal yakin (dan dilakoni) saja bisa berjalan seiring Go ahead Dewa!
(*Iwan) FOTO-FOTO DAUS
Sumber : Majalah HAI
HAI 49/XVI 08 Desember 1992
Kutipan : Darul Fikri
0 Comments