SELAMAT DATANG DI BLOG "IWAN FALS INFO" SEMOGA BERMANFAAT BAGI PARA PENGUNJUNG

SAWUNG JABO, ASLINYA BUKAN PERSONIL KANTATA TAQWA


Yang Tercecer Dari Swami, Dalbo dan Kantata Taqwa – Jilid 4 "JABO, ASLINYA BUKAN PERSONIL KANTATA TAQWA"

Sampai hari ini, mBah Coco yakin 100%, bahwa siapa pun, yang pernah mengenal jejak dan sejarah musik grup band bernama KANTATA TAQWA, pasti meyakini, bahwa Sawung Jabo, adalah “personil utama” grup band yang diberi nama oleh penyair legendaris Indonesia, WS Rendra.

Dan, mBah Coco, adalah jurnalis abal-abal, yang bisa menggelitik bathin Sawung Jabo, menjadi sebuah drama tersendiri untuk bertutur jejaknya. Bahwa, saat masuk grup band yang, masih mempertahankan rekor jumlah penontonya. Ketika, konser perdananya, di Stadion Senayan Jakarta, 23 Juni 1990, menyedot 100 ribu lebih. Adalah bukan personil KANTATA TAQWA.

Alkisah,
Dalam suatu hari, menjelang setiap latihan, membuat album SWAMI 1 dan 2. Ceritanya, Iwan Fals, selalu menjemput Sawung Jabo, di rumah kontraknya, namanya Lobi-lobi (sekarang, seberang gedung Salihara), Pasar Minggu. Pasalnya, rumah Iwan Fals saat itu di Condet. Jadi, setiap latihan, Iwan jemput Jabo, menuju Gin’s Studio, Roxy, Jakarta Barat.

Hari itu, setelah latihan di Gin’s Studio, ternyata Iwan Fals, punya jadwal bersambung menuju Kemanggisan, rumah Setiawan Djodi, latihan membangun album KANTATA TAQWA.

Setiap Jabo diajak ikutan Iwan Fals, mampir ke rumah Djodi Setiawan. Ada kebiasaannya, yaitu Jabo menunggu Iwan Fals berlatih, mencetak lagu-lagunya di studio rumahnya Djodi. Menunggu di depan kolam renang Djodi. Jabo, tak pernah tertarik masuk dan gabung ikutan di dalam studio. Walaupun, Iwan Fals, selalu ngajak ikutan nimbrung, selalu ditolak.

Ini soal etika. Jika, yang mengajak pemilik rumah, maksudnya Setiawan Djodi. Maka, otomatis Jabo pasti mau nggak mau akan gabung ke studio. Sebagai orang Jawa, Jabo menjaga kesantunan, bro!

Bayangkan saja, musisi sekaliber Jabo, masih punya rasa “ewuh pakewuh” untuk ikutan di studio Djodi. Karena, sejak awal, hanya diminta Iwan Fals, nemenin. Karena, pulangnya harus bareng. Entah untuk nemenin ke studio atau entah hanya, karena menunggu Iwan Fals latihan. Sehingga, pulangnya ke Lobi-lobi Pasar Minggu, tetap bisa bareng mobilnya Iwan Fals?

Di dalam studio Setiawan Djodi, ada pembicaraan mendadak. “Wan, di luar ada siapa?” demikian tanya Djodi ke Iwan.

“Ada Jabo, dia kan bareng aku dari Gin’s, latihan SWAMI. Dia ada di depan kolam renang,” jawab Iwan.

‘Panggil saja dan ajak saja Jabo ke dalam, Jabo suruh ikutan pemotretan cover KANTATA TaQWA,” kata Djodi.

Ternyata, hari itu, ada pemotretan cover kaset album KANTATA TAQWA. Di dalam studio, sudah ada WS Rendra, Yockie Suryo Prayogo, Setiawan Djodi, dan Iwan Fals.

Saat Sawung Jabo diajak ikutan pemotretan cover album KANTATA TAQWA, dalam benak Jabo, seperti ada yang tak pernah dinyana-nyana. Alias, bengong! 

“Tugas saya sebagai apa, saya nggak pernah terlibat apa-apa dalam pergolakan membuat grup band. Tapi, ujug-ujug diajak ikutan pemotretan cover album KANTATA TAQWA.” Demikian yang ada di benak Jabo, dan kemudian disampaikan ke mBah Coco.

Setelah ditanya mBah Coco, baru Jabo, yang punya nama asli Mohamad Djohansyah itu, menjelaskan, walaupun masih coba diingat-dingat. Maklum, sudah berusia diatas 70, bro!

“Aku memberanikan diri, tanya kepada mas Djodi. Opo tugasku, mas?” Tanya Jabo

“Gini, Bo…kamu jadi asistenku di KANTATA TAQWA, tapi kamu ikutan gabung di KANTATA TAQWA, wae yo,” jawab Djodi.

Jalan hidup dunia seni, memang tak berujung dan tak berawal. Jabo, akhirnya ikut genjrang-genjreng, setelah diajak gabung KANTATA TAQWA. Artinya, saat ada latihan SWAMI 1 dan 2, jika waktunya berbeda, tapi harinya sama, otomatis Jabo sudah ikutan latihan bersama Rendra, Djodi, Iwan dan Yockie.

Dari hasil ngobrol bareng dengan dedengkot KANTATA TAQWA. Akhirnya, mBah Coco punya cerita pendeknya, tentang asal muasal grup band, yang juga unik, antik dan terkesan nyleneh.

Nama KANTATA TAQWA, adalah sebuah pesan dan marwah pencetus gagasan mendirikan grup ini. Yaitu, Willibrodus Surendra Broto Rendra, yang akrab dipanggil WS Rendra. Dan, di lingkungan Bengkel Teater, terbiasa dipanggil Mas Willy. 

Bahkan, dalam album Iwan Fals bertajuk “Ethiopia”, tahun 1993, terselip satu lagu, yang dipersembahkan untuk WS Rendra, berjudul “Willy”.

mBah Coco, coba mengudar dua bait, lagu tentang WS Rendra. “Si anjing liar dari Jogjakarta, Apa kabarmu? Kurindu gonggongmu Yang keras hantam cadas Si kuda binal dari Jogjakarta, Sehatkah dirimu? Kurindu ringkikmu, Yang genit memaki onar”

Versi mBah Coco, ada “TRILOGI KANTATA” dari wasiat WS Rendra. Bahwa, untuk mencetak album KANTATA. Yang pertama, adalah KANTATA TAQWA, yang kedua adalah KANTATA SAMSARA. Dan, yang terakhir, KANTATA SAMUDERA. Sayang sekali, KANTATA SAMUDERA, sampai hari ini, belum ada albumnya.

Ada satu grup band dalam jejak sejarah musik Indonesia, memiliki muatan historis antara seni budaya entertaint dan politik. Nyatanya, hanya milik KANTATA TAQWA. Dan, kalau dicermati secara jernih, maka mBah Coco menilai bahwa KANTATA TAQWA itu, adalah WS Rendra, atau yang terbiasa akrab dipanggil Mas Willy.

Ada “TRILOGI KANTATA yang dalam “buku putih” Sang “Burung Merak” ini sejatinya belum selesai sebagai sebuah sejarah perjalanan kontemplasi WS Rendra. Khususnya, dalam membangun dunia teater, seni sastra dan entertaint dalam arti musik seluas-luasnya.

Awalnya, KANTATA TAQWA adalah episode pertama yang disuguhkan Mas Willy dalam menyulap imajinasinya ke bentuk panggung teater, sastra dan musik. Kemudian, dalam epiode keduanya, lahirlah KANTATA SAMSARA.

Namun, setelah mas Willy “mangkat” (meninggal, 6 Agustus 2009), ada satu episode yang masih terpendam dalam bilik kamarnya di kawasan Cipayung, Depok tersebut, sebagai episode akhir dari KANTATA, yaitu KANTATA SAMUDERA. 

Pertanyannya, apakah sisa-sisa personilnya yang tersisa, Iwan, Djodi dan Jabo, masih punya nyali dan tetap sehat, untuk  memiliki “hati” melanjutkan sisa karya Mas Willy, yaitu KANTATA SAMUDERA?

Sebelum dibentuk oleh lima personil, WS Rendra, Setiawan Djodi, Iwan Fals, Yockie Suryo Prayogo, dan menyusul nama Sawung Jabo, seharusnya ada satu sosok hebat asal Bandung yang terlibat, yaitu Harry Roesli. Hanya karena saat itu, jala tol Cipularang belum ada. Akhirnya, Harry Roesli hanya sekali-kali, hanya bisa tengok mereka berlima berproses. 

Maklum Harry Roesli, dijamannya, sangat super padat, dalam membangun proses kreatifnya di Bandung. Sehingga, sulit tinggalkan lembaganya, Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB).

Yang asyik dalam berproses dan bermetaformosanya kelima manusia genius ini, versi mBah Coco, sejatinya punya tugas dan tanggungjawab yang tidak boleh saling overlap. Mas Willy bertugas, sebatas tukang mikir. Maklum, WS Rendra, adalah pencipta grup band TRILOGI KANTATA. 

Setiawan Djodi, hanya sebatas tukang cari duit grup,  agar bisa rekaman dan telorkan album. Saat itu, para kuli tinta musik, Setiawan Djodi dijuluki “maesenas”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari maesenas, adalah orang kaya, yang siap sebagai pendukung kebudayaan, atau pelindung kalangan warga berkesenian.

Iwan Fals dicetak hanya sebatas tukang cuap-cuap. Versi mBah Coco, dari WS Rendra, KANTATA TAQWA dan TRILOGI KANTATA, hanya untuk satu orang, bernama Virgiawan Listanto. Sebagai mestro albumnya. Yang lain, cukup sebagai pendamping vokal, jika diperlukan. “KANTATA hanya untuk Iwan Fals,” tegas Mas Willy.

Yockie Suryo Prayogo, menurut Jabo, tugasnya sangat berat sekali. Yaitu, merancang aransemen 10 lagu yang disiapkan. Tugasnya, tukang ngracik semua lagu-lagu, agar jadi musik yang enak didengar, menggelegar. Versi mBah Coco, musik garapan Yockie, setelah keluar dari GOD BLESS, memang sangat megah dan kolosal. Bunyi-bunyian dari sentuhan jarinya, bergaya orkresta classic.

Khusus, sebagai pemain cadangan, asistennya Setiawan Djodi saat direkrut masuk KANTATA TAQWA, maka tugas Jabo, diistilahkan sebatas “tukang bawa ember.” Artinya, versi mBah Coco, sebagai pemadam kebakaran. Jika, dalam pergulatan kreatif, keempat personil, saling protes dan saling eker-ekeran, dalam mencatatkan lirik dan musiknya.

“Kalau Mas Willy, Djodi, Yockie dan Iwan, saling nggak senang, portes dan taka da yang mau ngalah, dalam mengolah kata, dan mendesain musiknya. Maka, aku jadi wasitnya,” tutur Jabo.

“Trus, saat di panggung, susunan posisi kabinetnya, piye Bo”? Tanya mBah Coco.

“Aku selalu tau diri, nggak perlu diatur-atur. Kalau, saat aku ikutan main alat musik, entah nyanyi, main gitar atau bedug. Aku sejajar posisinya dengan Iwan di atas panggung. Tapi, kalau aku hanya menjadi personil. Maka, hanya Iwan Fals yang terdepan, tak boleh ada orang lain, termasuk Djodi,” tuturnya.

KANTATA TAQWA, adalah sebuah grup band musik, yang terlahir dari proses interaksi ego-ego besar, berasal dari ruang workshop  WS Rendra, di rumah Setiawan Djody. Dari nama personilnya, versi mBah Coco, terkesan, bahwa band ini, bukan sekadar band biasa yang hanya menghasilkan lagu semata. KANTATA TAQWA, menjelma menjadi ruang diskusi, yang membicarakan isu-isu kontekstual, serta pengejawantahan kreativitas dari sensitivitas sosio-estetik, para personelnya.

Lalu, filosif kelima manusia bertalenta itulah, menjadi album perdananya, mencetak sejarah hingga kini, sebagai pencetak penonton paling top markotop, dalam lintas sejarah musik. Yaitu, mampu membius lebih dari 100 ribu penonton saat berkonser, di Stadion Utama Senayan, yang kini berganti jubah Stadion gelora Bung Karno, tanggal 23 Juni 1990.

…., Kapan ada grup band yang bisa pecahkan rekor KANTATA TAQWA? (bersambung, andaikan Iwan dan Jabo satu panggung lagi?)

15 September 2022
Sumber penulis/foto : Cocomeo Cacamarica

Post a Comment

0 Comments